Walk The Service
by , 11 March 2015
0
11983538946_c3d9f42f8c_z

Ada pekerjaan baru yang berkaitan dengan mystery guest, dia bukan lagi berpura-pura menjadi konsumen sebuah outlet, melainkan menjadi teman bicara di mushola, kamar ganti atau bahkan sudut-sudut tidak resmi tempat berkumpulnya pekerja.

Pekerjaan mystery guest untuk di atas tadi memang sedikit unik, karena bekerja untuk mengumpulkan joke ataupun guyonan yang berkaitan dengan konsumen. Tentu saja, yang keluar langsung dari mulut karyawan saat istirahat. Ini menjadi menarik, karena joke-joke tersebut setengahnya menertawakan perilaku konsumen.

Di sisi lain, ini menjadi semacam ajang katarsis juga bagi karyawan dalam menghadapi konsumen dengan ragam perilaku yang ratusan banyaknya. Mulai dari yang sopan hingga sok tahu, dan suka bentak-bentak. Sesi istirahat ini pun menjadi semacam oase mengembalikan kesegaran bagi karyawan untuk kembali menghadapi konsumen dengan seribu kelakuan.

Nah, tugas mystery guest tadi adalah menangkap semua joke-joke tadi, untuk nantinya diolah menjadi sebuah solusi bagi konsumen. Prinsipnya gini, perilaku konsumen, seburuk apapun, itu terjadi sebagai bentuk mekanisme pertahanan dirinya dihadapan publik. Terutama di hadapan para garda depan penjualan. Ada yang bilang bahwa sebagai mahluk sosial, tiap manusia memasang topeng masing-masing di wajahnya. Nah, bila kita berhasil tahu isi di balik topengnya, maka mudah bagi kita untuk mengajaknya kemanapun kita ingin.

Ada konsumen yang takut dibilang tidak punya uang, atau dianggap miskin, maka mereka memiliki sikap yang sensitif kalau diberi perhatian lebih. Model konsumen ini ditanya dikit, biasanya noleh dengan ujung mata, trus menjawab seenaknya. Ada juga yang cuek, Tanya sedikit, tahu-tahu closing dalam jumlah mencengangkan. Nah, alangkah indahnya bila ujung tombak penjualan bias menjadikan konsumen seperti konsumen terakhir tadi.

Itulah tantangan yang dicari oleh mystery guest tadi. Menciptakan solusi atas kekonyolan konsumen agar mereka merasa lebih dihargai. Ini juga penting bagi pramuniaga, karena mendapatkan apresiasi dari konsumen. Ini juga sekaligus menghilangkan hambatan psikologis pramuniaga saat melayani konsumen.

Maaf, melenceng sebentar dari topik; kebanyakan penyakit dalam itu justru diidap oleh mereka yang berprofesi ketemu orang lebih sering dan berganti-ganti tiap hari. Dengan syarat, kalau mereka tidak secara tulus bertemu dengan orang. Tidak tulus melayani. Secara neurologis, terjadi protein-protein penghambat saluran darah jika pada saat melayanai sang garda depan tidak lepas dalam bersikap.

Baiklah, kita kembali lagi ke topic topeng konsumen tadi. Kerjaan mystery guest tadi akan menjadi cikal bakal gerakan-gerakan konsumen yang diluar dugaan.  Akan muncul layanan-layanan sederhana yang monumental bagi tiap konsumen.

Bila pelayan resto kita sering menertawakan turis lokal yang makan pizza dengan saus tomat, maka kita bisa ciptakan saus tomat yang hanya ada di resto kita. Sehingga konsumen merasa bahwa pizza tidak akan pernah nikmat tanpa saus tomat bikinan kita.

Seandainya lokasi kamar kecil sering membuat bingung konsumen, maka kita bisa siapkan orang yang jika ditanya kamar mandi dimana, dia tidak menjawab, tapi langsung menghantar ke lokasi kamar mandinya.

Bila kita di toko mainan yang melihat anak kecil menangis minta di belikan mainan, sementara orang tuanya malu tapi juga gak punya uang, maka kita bias menyiapkan balon lucu agar sang anak diam ….ehm, orang tuanya pasti akan berterima kasih karena kita menyelematkan malunya dari tatapan banyak orang di Mall.

Bila ada anak remaja yang diam-diam baca buku, maka kita tawarkan sekalian tempat duduk. Bila ada orang separuh baya bingung mencari parkir mobilnya ada dimana, bias kita bantu carikan.

Itulah fungsi baru mystery guest. Hanya memang rada beda, biasanya mereka diambil dari psikolog ataupun pakar etnografic yang bias dengan cepat menterjemahkan ungkapan joke menjadi sebuah fenomena konsumen.

Tertarik jadi mystery guest?

Penulis: Silih Agung Wasesa

Image Source: disneyparks.disney.com