Pentingkah Komunikasi Interkultural di Era MEA?
by , 29 February 2016
0
Interculturalmaze(dot)com

Januari 2016, Indonesia resmi menjadi bagian dari komunitas ekonomi ASEAN, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ASEAN Economic Community atau lebih akrab disebut sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) telah datang menyambangi seluruh masyarakat ASEAN. Memasuki Era MEA, akan banyak interaksi lintas budaya yang terjadi dalam segala aspek. Interaksi tersebut bermacam – macam, kemudahan berpariwisata lintas ASEAN, perdagangan bebas, hingga ekspansi pekerjaan sebagai mata pencaharian utama adalah gambaran mengenai hal yang terjadi kedepannya.

 Munculnya komunitas ini tentu menjadi angina segar sekaligus hal baru bagi seluruh penduduk ASEAN. MEA adalah sarana unjuk gigi untuk menunjukkan kualitas atau kompetensi diri pribadi dimata bangsa asing. Selain itu, MEA memungkinkan seluruh anggotanya untuk melakukan transaksi lintas negara.

Menyikapi hal tersebut, tentu negara memiliki peran aktif untuk memberikan edukasi bagi seluruh bangsanya untuk bisa memiliki kompetensi diri yang baik. Selain spesialisasi profesi yang harus ditekuni lebih dalam lagi, bagi siapa saja yang ingin bersaing di kancah internasional, pemahaman mengenai komunikasi antara budaya atau komunikasi interkultural menjadi penting. Sebagai dampaknya, masing – masing Negara yang terlibat dalam Masyarakat Ekonomi Asean ini harus siap dengan tingginya arus perputaran dari luar menuju dalam negeri. Sebagai contoh akan hadir banyak expatriate dari luar negeri yang akan mengandalkan Indonesia sebagai lokasi untuk mencari mata pencahariannya.

Disamping itu, masyarakat Indonesia juga memiliki peluang yang tinggi dalam era MEA. Sebagai contoh, kehadiran warga Indonesia sebagai expatriate di negara lain, dapat meningkatkan pendapatan negara sekaligus mampu menjadi peluang ekonomi bagi sumber daya yang siap bersaing dan mampu beradaptasi.

Lantas,  mengapa kita perlu untuk mempelajari komunikasi interkultural? Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, mengatakan bahwa tinggal di negara asing, tak langsung menimbulkan benak positif terkait negara yang ditinggali. Bukti dalam penelitian seringkali muncul yang negatif dibandingkan dengan yang positif selama menempati negara asing, setidaknya dikalangan pelajar. (Stroeb, Lenkert & Jonas : 1988)

Menurut (Alo Liliweri : 2003), ada beberapa alasan mengapa perlu untuk memahami komunikasi antar budaya, antara lain: A) Membuka diri untuk memperluas pergaulan, B) Meningkatkan kesadaran diri, C) Etika / etis, D) Mendorong perdamaian dan meredam konflik, E) Demografis, F) Ekonomi, G) Menghadapi teknologi komunikasi, dan H) Menghadapi era globalisasi. Di lain pihak, memahami esensi dari komunikasi antar budaya, memiliki keuntungan tersendiri, seperti;

  • Dapat memahami perbedaan budaya yang mempengaruhi praktik komunikasi,
  • Mampu melakukan interaksi secara aktif antara orang yang berbeda budaya
  • Mengidentifikasikan kesulitan – kesulitan yang muncul dalam proses komunikasi
  • Membantu mengatasi masalah komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan budaya
  • Menambahkan khazanah perbendaharaan bahasa sebagai alat utama komunikasi antar budaya
  • Meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara verbal dan non verbal
  • Serta mampu meningkatkan kemampuan melakukan komunikasi secara efektif.

Seperti di Singapura, negara kecil ini terkenal dengan kemajuan negaranya yang meliputi berbagai sektor. Sejatinya, kebudayaan asal negara ini ialah kebudayaan melayu, namun karena daya tarik negaranya, sehingga banyak orang asing yang menduduki Singapura. Seperti komunitas Tionghoa, Euroasia, dan India. Namun, layaknya budaya ketimuran, penduduk Singapura mampu beradaptasi dengan budaya tersebut. Seperti makan menggunakan tangan kanan, berjabat tangan saja saat bertemu dengan rekan, lebih sering mengenakan pakaian yang tertutup dan lain sebagainya. Semua itu sebagai bentuk penerimaan akulturasi budaya baik dari pendatang sampai penduduk asli Singapura.

Tidak jauh berbeda dengan Filipina. Negara yang memiliki sapaan bagi warga nya yang berjenis kelamin laki-laki dengan panggilan Pinoy itu, ternyata sudah menerapkan komunikasi interkultural untuk membekali warganya yang merupakan expatriate di Singapura. Pemerintah Filipina melakukan pemanggilan bagi pekerja Filipina untuk kembali pulang sementara waktu untuk memberikan pengajaran atau pembekalan kepada calon-calon expatriate yang ingin melanjutkan kerja di Singapura. Tujuannya ialah untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan cultural shock mungkin saja dialami bagi warganya.

Begitupun dengan para pendatang di Malaysia, mereka mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang mayoritas aktivitas dan kebijakan nya agamis serta bernafaskan islami.

So, menurut PRiders di Era MEA saat ini seberapa penting kita untuk memahami komunikasi interkultural?

 

Sumber gambar: interculturalmaze.com

 

Penulis:

Fadila Safitri

Mahasiswi Program Studi Komunikasi, Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta

T: @lalasftr

F: Fadila Safitri