
Perlindungan konsumen memang sudah seharusnya menjadi isu penting dalam setiap transaksi jual beli barang dan jasa di negeri ini. Apalagi, jika produk yang ditawarkan merupakan produk yang memiliki potensi membahayakan konsumen jika komposisi dan cara penggunaannya tidak sesuai dengan aturan, misalnya produk-produk farmasi. Perlindungan konsumen produk farmasi ini setidaknya bertujuan untuk menghindarkan konsumen dari ekses negatif pemakaian produk farmasi yang disediakan pelaku usaha. Selain itu, perlindungan konsumen juga dimaksudkan menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen. Kesemuanya itu tentunya perlu dibarengi oleh kepatuhan dari pelaku usaha farmasi agar bertanggung jawab dalam menjalankan bisnisnya.
Isu kepatuhan pelaku usaha farmasi, khususnya terkait dengan kepatuhan hukum nampak menjadi sorotan media. Kasus hukum perusahaan farmasi nampak menjadi salah satu isu yang mucul dalam monitoring pemberitaan yang dilakukan AsiaPR. Dalam rangka mengidentifikasi trend pemberitaan tentang perusahaan farmasi, AsiaPR melakukan media monitoring terkait dengan industri Farmasi di tanah air. Media yang dipantau adalah media cetak yang berbasis di Jakarta, meliputi; Republika, Koran Tempo, Suara Pembaruan, Rakyat Merdeka, Bisnis Indonesia, Media Indonesia dan Investor Daily. Jumlah berita terkait industri farmasi yang ditetapkan sebagai sampel selama periode 2 Maret–2 April 2015 tersebut mencapai 16 berita.
Tren isu yang nampak dari media monitoring mengenai Farmasi nampak didominasi dengan pemberitaan tentang Sanksi atau Isu Hukum sebanyak 75 % (muncul 12 kali) dari total 16 berita sepanjang bulan 2 Maret – 2 April 2015. Isu ini berkaitan dengan kasus Isu Hukum yang menyeret PT Kalbe Farma dengan meninggalnya dua pasien di RS Siloam Lippo Karawaci, Tangerang, Banten, setelah menggunakan buvanest spinal yang kandungannya tidak sesuai label, pada 12 Februari 2015. Sementara isu lain yang mencuat adalah teknologi, peluncuran produk, produksi obat serta kerja sama masing-masing 1 berita atau 6,25%.
Dari segi tone, pemberitaan mengenai farmasi didominasi oleh tone negatif dan netral yang masing-masing berjumlah 6 berita atau masing-masing mencapai 37,5% dari keseluruhan pemberitaan. Hal mengindikasikan jumlah berita dengan tone negatif dan netral cukup berimbang. Sementara, pemberitaan dengan tone positif mencapai 4 berita atau mencapai 25% pada pemberitaan mengenai farmasi selama periode 2 Maret – 2 April 2015.
Dari 8 media cetak yang berbasis Jakarta yang memberitakan soal farmasi, 2 media dengan frekuensi tertingi yang memberitakan soal farmasi adalah Republika dan Koran Tempo (masing-masing 3 berita atau mencapai 18,75%). Berikutnya, terdapat 4 media yakni Suara Pembaruan, Rakyat Merdeka, Bisnis Indonesia, dan Media Indonesia masing-masing 2 berita atau mencapai 12,5%. Sementara, Investor Daily dan Indopos, masing-masing hanya memuat 1 berita atau 12,5%.
Terdapat 4 brand atau nama perusahaan farmasi yang muncul dalam pemberitaan selama periode 2 Maret – 2 April 2015 Berdasarkan jumlah pemberitaan, brand/nama perusahaan farmasi yang menempati posisi pertama adalah Kalbe Farma. Pemberitaan seputar Kalbe Farma lebih tertuju pada sanksi adminstratif yang dijatuhkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kepada Kalbe Farma, desakan dari anggota DPR untuk memberi sanksi kepada kalbe farma dan desakan agar Kalbe farma melakukan evaluasi sehubungan dengan kasus yang dialami perusahaan tersebut.
Selain isu hukum, isu-isu lain nampak muncul di pemberitaan terkait perusahaan lainnya yakni; Pfizer, PT Mahakam Beta Farma dan PT Riasima Abadi Farma. Masing-masing perusahaan muncul di 1 berita ( senilai 6,25%). Pemberitaan terkait dengan Pfizer tertuju pada kerjasama Pfizer Indonesia dengan ikatan apoteker Indonesia untuk membangun program pengembangan pendidikan berkelanjutan. Sementara, pemberitaan PT Mahakam beta farma memunculkan soal perkenalan dressing perawatan luka modern, urgotul. Adapun pemberitaan terkait PT Riasima Abadi Farma lebih tertuju pada produksi obat (kelancaran impor bahan baku obat).