Belajar dari Clickbait
by , 11 January 2017
0
Clickbait chat

Milo Jones dan Philippe Silberzahn, dalam sebuah artikel di Forbes, pernah mengatakan bahwa tantangan di era kini bukan kurangnya data, namun sebaliknya. Anda tinggal mencari data di google untuk menemukan informasi yang di inginkan, dan dalam sekian detik informasi itu pun tersaji. Bahkan, sekalipun anda sedang tak mencari informasi, informasi bisa saja menghampiri Anda. Melalui sosial media seperti facebook atau twitter, ataupun melalui instant messaging seperti whatsApp atau LINE.

Permasalahannya, karena banyaknya data, Anda bisa saja terkecoh oleh hal-hal yang tak benar. Akhir-akhir ini, tentu anda seringkali menyaksikan fenomena konten clickbait yang berisikan hoax tersebar di ranah digital. Tiba-tiba disebarkan di grup whatsApp oleh anggota keluarga anda, atau tiba-tiba ada di timeline media sosial anda. Menyebar begitu saja tanpa memperhatikan kredibilitas komunikator, dan pembaca kerapkali begitu saja mempercayainya. Lalu berupaya melakukan persuasi agar Anda turut menyebarkannya juga.

Berbagai pihak telah menanggapi serius hal ini. Facebook misalnya, kini terus memonitor konten clickbait dalam upaya meminimalisir konten berita palsu ini. Sementara Kemkominfo terus melakukan pemblokiran situs-situs yang diduga menjadi akar dari penyebaran konten clickbait. Selain juga melalui UU ITE. Meski demikian, konten clickbait yang berisi informasi palsu terus saja muncul bagaikan banjir bandang yang tak kunjung surut.

Kendati merupakan hal yang buruk, sebenarnya, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari clickbait. Clickbait, tanpa dipungkiri, adalah konten yang mudah menjadi viral di dunia maya. Hal ini tentu sangat berguna untuk menaikkan traffic situs web dan following sosial media. Terutama di era kini di mana opini publik bisa dilihat melalui sosial media dan kita diberi kebebasan untuk saling berinteraksi di dunia maya, hal ini sangat berguna untuk branding.

Pertama, yang membuatnya mudah viral karena clickbait disusun berdasarkan hal-hal yang sangat penting dan dekat dengan audiens. Hal ini mengharuskan anda untuk mengetahui (fact finding) karakter audiens dan mengetahui topik terkini yang menjadi perbincangan publik. Sehingga jika Anda ingin membuat konten viral seperti clickbait, Anda tahu rencana (planning) yang hendak disusun sehingga pesan atau tujuan yang kelak dicapai berhasil.

Kedua, adalah judul. Judul-judul clickbait biasanya tak monoton dan sangat persuasif. Hal ini dilakukan karena judul adalah hal utama yang dilihat oleh audiens. Konten clickbait disusun dengan menggunakan judul yang disesuaikan oleh audiens sehingga akan menggugah rasa penasaran. Sehingga sejak dari judul, proses penyampaian pesan anda (communicating) bisa berhasil. Audiens takkan berpikir dua kali untuk mengklik judul clickbait.

Ketiga, selain judul, clickbait juga harus menyediakan konten yang ditujukan untuk menjawab rasa penasaran audiens untuk mengklik sehingga audiens terpuaskan. Serta, menggunakan bahasa yang sederhana dan jangan menggunakan istilah yang asing agar mudah dipahami oleh audiens. Sehingga pada saat evaluasi (evaluation), dapat dilihat konten yang telah dibuat menjadi viral atau tidak.

Saat ini, kebanyakan audiens adalah pengguna aktif. Mereka tidak akan menelan begitu saja hal yang baru diterima. Artinya, mereka akan memilih topik yang sesuai dengan kebutuhannya. Topik yang informatif biasanya tetap menjadi tujuan audiens. Sehingga, jika ingin menjadi viral buatlah suatu hal yang informatif dan tetap memiliki nilai informasi sehingga audiens tidak merasa kecewa saat membuka clickbait atau topik yang dimuat dalam sosial media.

Penulis:

Arif Utama

Ilmu Komunikasi (Public Relations)

Universitas Padjajaran

                 

Referensi:

http://www.forbes.com/sites/silberzahnjones/2016/03/15/without-an-opinion-youre-just-another-person-with-data/#3bab469afca0

http://blog.learningtree.com/can-learn-clickbait/

Sumber foto:

http://www.voletic.com/articles/clickbait-a-worrying-trend/